1.3.1.
Latar
Belakang
Peretasan
situs seperti nya sudah menjadi hal lumrah di dunia cyber. Tetapi bukan berarti
pihak berwajib membiarkannya begitu saja jika hal tersebut merugikan banyak
pihak bahkan menjadi suatu tindakan kriminal. Seperti hal nya komplotan hacker
yang diringkus Tim Cyber Crime Polda Metro Jaya di Surabaya, Jawa Timur,
ternyata masih berstatus mahasiswa aktif. Ketiga pelaku, yakni KPS (21), NA
(21), dan ATP (21), sudah meretas 600 website di 44 negara.
Kasubdit
Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Metro Jaya AKBP Roberto Pasaribu, mengatakan,
ketiga pelaku yang ditangkap merupakan mahasiswa aktif yang kuliah di salah
satu kampus di Surabaya, Jawa Timur.
Ketiga
pelaku hacker itu diciduk pada Minggu 11 Maret di Surabaya, setelah pihaknya
mendapat informasi dari Federal Bureau of Investigation (FBI). Badan
investigasi utama dari Departemen Keadilan Amerika Serikat (DOJ) itu yang
menyebutkan ada ribuan situs di negaranya yang diretas oleh hacker asal
Indonesia. Pihaknya kemudian tancap gas menyelidiki keberadaan para hacker
tersebut dan ditemukan di daerah Surabaya. Saat dilakukan penangkapan, polisi
menyita beberapa barang bukti berupa handphone, laptop, dan modem. Roberto
menjelaskan, awalnya ada informasi yang masuk ke pusat pelaporan kejahatan, di
New York sana, dia monitor adanya sistem elektronik yang dirusak, ada 44 negara
lebih.
Kabid
Humas Polda Metro Jaya, Kombes Argo Yuwono mengatakan, pelaku melakukan tindak
pidana mengakses komputer atau sistem milik orang lain dengan paksa untuk
mendapatkan informasi elektronik atau dokumen calon korbannya. Setelah
mendapatkan data dari calon korbannya, pelaku menggunakan data korban untuk
mengancam akan membocorkan informasi bila tak memberikan sejumlah uang.
Menurutnya, komplotan itu tergabung dalam grup SBH yang terdiri dari enam orang
dengan peran dan tugasnya masing-masing. Namun, baru dua pelaku yang dibekuk di
kawasan Surabaya, Jawa Timur, yakni KPS ditangkap di daerah Sawahan, Kota
Surabaya, Jawa Timur, yang juga pendiri sekaligus anggota SBH. Sedang tersangka
NA, paparnya, seorang warga Gubeng, Surabaya, Jawa Timur, yang juga tangan
kanan KPS sekaligus anggota yang sudah meretas 600 website Indonesia dan luar
negeri. Kelompoknya telah menjalankan aksi sejak setahun ini dengan penghasilan
bervariasi, sekitar Rp 200 juta pertahun.
1.3.2. Modus
Dalam
aksinya pelaku meretas sistem sebuah perusahaan. Setelah itu menawarkan diri
untuk memperbaiki dan mengembalikan sistem itu seperti semula apabila
perusahaan itu mau membayar sejumlah uang. Para komplotan hacker itu mengancam admin atau pemilik website untuk membocorkan dokumennya sebelum
mengirimkan sejumlah uang. Uang
yang diminta itu harus dikirim melalui aplikasi pembayaran elektronik PayPal
maupun Bitcoin. Alasannya, agar transaksi mereka sulit diketahui oleh pihak
kepolisian. Menurut penuturan Kasubdit Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Metro
Jaya AKBP Roberto Pasaribu, pelaku memakai email dan mengatakan sistem Anda
rentan, jadi mau bagaimana, apa mau diperbaiki seperti semula atau tidak. Dia
minta dibayar Rp5 juta lebih dengan Paypal. Apabila tak membayar, mereka rusak
sistem itu. Dalam kasus
tersebut Polda Metro Jaya bekerja sama dengan FBI untuk memberikan
informasi dan menganalisanya sampai dua
bulan untuk mengungkap aksi pelaku. Roberto menjelaskan, ketiga pelaku hacker beraksi
dengan menggunakan metode SQL Injection untuk merusak database.
1.3.3. Penyebab
Berdasarkan
pengakuan tersangka kepada polisi, apa yang mereka lakukan merupakan hal yang
lumrah di dunia cyber. Dari pemeriksaan
sementara, sedikitnya 600 website di 44
negara sudah diretas oleh ketiga pelaku. Namun
secara keseluruhan, kejahatan cyber ketiganya
bukan hanya meretas 600 website, tapi sekitar 3.000 sistem informasi dan
teknologi (IT), termasuk sistem lembaga negara, baik di dalam maupun luar
negeri. Kepala Subdit Cyber Crime Ditreskrimsus
Polda Metro Jaya AKBP Roberto Pasaribu mengatakan bahwa mereka mendeklair
bertanggung jawab atas peretasan enam situs pemerintahan di Jawa Timur.
1.3.4.
Undang-Undang
Dalam
kasus ini pelaku dijerat Pasal 30 jo 46 dan atau pasal 29 jo 45B dan atau 32 Jo
Pasal 48 UU RI No.19 Tahun 2016 tentang perubahan UU No 11 Tahun 2008 tentang
ITE dan atau pasal 3, 4, dan 5 UU RI No 8 Tahun 2010 tentang TPPU. Masing-masing
berisi tentang:
Pasal
30 UU ITE
1.
Setiap Orang dengan sengaja dan
tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik
milik Orang lain dengan cara apa pun.
2.
Setiap Orang dengan sengaja dan
tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik
dengan cara apa pun dengan tujuan untuk memperoleh Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik.
3.
Setiap Orang dengan sengaja dan
tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik
dengan cara apa pun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol
sistem pengamanan
Pasal
46 UU ITE
1.
Setiap Orang yang memenuhi unsur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
2.
Setiap Orang yang memenuhi unsur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp700.000.000,00
(tujuh ratus juta rupiah).
3.
Setiap Orang yang memenuhi unsur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp800.000.000,00
(delapan ratus juta rupiah).
Pasal
29 UU ITE
Setiap Orang
dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan
secara pribadi.
Pasal
45B UU ITE
(3) Setiap Orang
yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dipidana dengan pidana
penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
Pasal
32 UU ITE
1.
Setiap Orang dengan sengaja dan
tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi,
melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Orang lain atau milik
publik.
2.
Setiap Orang dengan sengaja dan
tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun memindahkan atau mentransfer
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik kepada Sistem Elektronik Orang
lain yang tidak berhak.
3.
Terhadap perbuatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) yang mengakibatkan terbukanya suatu Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik yang bersifat rahasia menjadi dapat diakses oleh
publik dengan keutuhan data yang tidak sebagaimana mestinya.
Pasal
48 UU ITE
1.
Setiap Orang yang memenuhi unsur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
2.
Setiap Orang yang memenuhi unsur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 9 (sembilan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp3.000.000.000,00
(tiga miliar rupiah).
3.
Setiap Orang yang memenuhi unsur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah).
Pasal
3 TPPU
Setiap Orang yang menempatkan, mentransfer,
mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke
luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga
atau perbuatan lain atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya
merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)
dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan dipidana
karena tindak pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua
puluh) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar
rupiah).
Pasal
4 TPPU
Setiap Orang yang menyembunyikan atau
menyamarkan asal usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau
kepemilikan yang sebenarnya atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut
diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat
(1) dipidana karena tindak pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling
lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima
miliar rupiah).
Pasal
5 TPPU
1.
Setiap Orang yang menerima atau menguasai penempatan,
pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau
menggunakan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil
tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
2.
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
berlaku bagi Pihak Pelapor yang melaksanakan kewajiban pelaporan sebagaimana
diatur dalam Undang- Undang ini.
3.3.5. Penanggulangan
Terlihat dari banyaknya
kasus cybercrime di Indonesia,
membuktikan bahwa Indonesia memiliki banyak sumber daya manusia yang bisa
membantu pertahanan Indonesia di dunia cyber.
Mereka hanya butuh wadah dan fasilitas untuk mengembangkan skill mereka serta pendidikan moral atau etika supaya ilmu yang
mereka miliki bisa dimanfaatkan untuk kebaikan. Pemerintah juga bisa merekrut
anak-anak yang memang berbakat pada bidang IT menjadi anggota cyber Polri. Dan untuk Masyarakat awam yang kurang mengerti dunia Cyber, bisa diberikan sosialisasi
mengenai pencegahan atau penanganan keamanan barang-barang elektronik mereka.
Disusun oleh:
- ADFANI FAHREZA ICHSAN NIM 12165210
- FEBRIYANTO EKA PERMANA NIM 12164636
- DEODATUS DANANG SAPTO
AJI NIM 12160804
- RAHMAWATI NIM
12163408
Program
Studi Sistem
Informasi
Fakultas Teknologi Informasi Universitas
Bina Sarana Informatika
Jakarta
2019
0 komentar:
Posting Komentar